Sabtu, 21 Maret 2015

17
                                                 Dimensi Kepemimpinan Aparatur
                                               dalam Perspektif Pelayanan Publik:
                                                        Building the Trust

One of the public administrationreform agenda is to create a
responsive and accurate public management to provide good public
service. The emergence of public dissatisfaction and disappointed
toward government leadership caused by unability of public leaders
to make a significant change in public administration practice and
better life of people. Therefore, public organisation needes visionary
leadership who are able to provide a truly citizen-centered public
service. Leaders who could build public trust to government.
Key words: Public service reform, service leadership, public trust.

Oleh A. Aziz Sanapiah


Dimensi kepemimpinan telah lama menjadi kajian yang menarik terutama
terhadap keberhasilan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Kompetensi
kepemimpinan dapat diketahui dari keberhasilan seseorang dalam
kepemimpinannya bagi pencapaian tujuan organisasi.  Seorang pemimpin
aparatur dituntut harus mampu membawa organisasi publik yang
dipimpinnya memberikan pelayanan yang berkualitas.
Hudges (1992) mengatakan bahwa ”government organization are created by the
public, for the public, and need to be accountable to it.”Organisasi publik dibuat
oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus bertanggung jawab kepada
publik. Bertumpu pada pendapat ini, pemimpin organisasi publik diwajibkan
berakuntabilitas atas kinerja yang dicapai organisasinya. Tujuan utama
organisasi publik adalah memberikanpelayanan dan mencapai tingkat
kepuasan masyarakat seoptimal mungkin.
Karakteristik manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan
kegiatan pengelolaan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, memiliki dasar hukum
yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki kelompok kepentingan yang luas
termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani (wide stakeholders), memiliki tujuan
sosial serta akuntabel pada publik. Sejalan dengan perkembangan manajemen
penyelenggaraan negara, dan dalam upaya mewujudkan pelayanan prima, paradigma
pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan (customer-driven government) yang dicirikan dengan lebih
memfokuskan diri pada fungsi pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta
menerapkan sistem kompetisi dan pencapaian target yang didasarkan pada visi, misi,
tujuan dan sasaran.
18
Tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas,
mengharuskan pembenahan dalam manajemen publik. Masih tingginya
tingkat keluhan masyarakat pengguna jasa menunjukkan bahwa pemerintah
sebagai organisasi publik masih belum sepenuhnya mampu menciptakan
sistem pelayanan yang akseptabel dimatarakyat. Hal ini sedikit banyak telah
membawa dampak menurunnya kepercayaan publik terhadap organisasi
publik. Nunik (2001) mengatakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat
(public trust) kepada organisasi publik mulai menurun. Lebih lanjut dikatakan
bahwa pada kebanyakan organisasi publik masih sering dijumpai fungsi
pengaturan yang lebih dominan dibanding fungsi pelayanan. Berbagai hasil
survey (termasuk  pooling) juga memperlihatkan adanya kecenderungan
penurunan kepercayaan dan keyakinan publik terhadap organisasi publik.
Misalnya, survey ”Rethinking Government 2000” di Canada yang dilakukan oleh
Ekos Research Associates Inc.menemukan hanya 16% dari publik yang percaya
bahwa pemerintah membuat keputusan yang sejalan dengan kepentingan
publik. Hal ini tentu harus disikapi denganbijaksana yaitu dengan interospeksi
dan selanjutnya melakukan perubahan dan perbaikan yang signifikan.
Untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, pemerintah telah
melakukan berbagai agenda reformasi manajemen publik. Secara garis besar,
terdapat 3 (tiga) metode reformasi manajemen publik yaitu : (1) Methods to
Improve Service Delivery, (2) Methods to Increase Efficiency, dan (3) Methods to
Improve Governance.  Metode ini mengisyaratkan bahwa agenda peningkatan
kualitas pelayanan publik, peningkatan efisiensi dan peningkatangovernance
(dengan tiga pilarnya) selalu menjadi agenda utama dalam reformasi
manajemen publik di berbagai Negara. Di Indonesia ketiganya menjadi agenda
penting yang menjadi acuan dalam meningkatkan pelayanan publik.
Dalam melaksanakan agenda reformasi manajemen publik diatas, terdapat
dua pihak yang seharusnya dapat saling bekerja sama untuk mewujudkan
pelayanan yang berkualitas. Di satu sisi,  kita menghadapi masyarakat yang
semakin kritis dan juga kondisi merekayang terhimpit kebutuhan dan ekonomi
yang sebagian besar berada pada golongan menengah ke bawah, sehingga
tuntutan mereka ingin segera diatasi dengan cepat, tepat dan murah. Sehingga
ketika upaya reformasi manajemen publik yang dilakukan pemerintah belum
secara optimal mampu memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, masyarakat
selalu memberikan label negatif dan terkadang berperilaku distruktif, tidak
mendukung berbagai agenda yang dicanangkan pemerintah.
Di sisi lain,  kita harus mengapresiasi bahwa saat ini pemerintah terus
bergerak dan berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Berbagai kebijakan, strategi dan program baik secara nasional maupun daerah
diarahkan pada agenda-agenda peningkatan kualitas pelayanan publik,
penerapan konsep efisiensi dalam sektorpublik (karena masalah keterbatasan
anggaran), dan juga kolaborasi ketiga pilar good governance serta menerapan
prinsip-prinsipnya. Upaya tersebut membutuhkan waktu dan dukungan
masyarakat.

Dengan kondisi tersebut, satu tahap penting yang harus dilakukan
pemerintah pada saat ini adalah membangun kepercayaan masyarakat
terhadap kinerja pemerintah. Dalam tahap inilah kita membutuhkan suatu
kepemimpinan yang berkinerja tinggi dan mampu melakukan pendekatan
kepada masyarakat untuk mengakomodasi tuntutan kebutuhan dan
permasalahan. Salah satu indikator keberhasilan seorang pimpinan dalam
mengembangkan ‘truly citizen-centered’ adalah apakah pendekatan kepada
masyarakat yang mereka lakukan berjalan dengan efektif dan juga terjamin
kelangsungannya atau sebaliknya gagal untuk menjalin hubungan dengan
masyarakat.
A. Kepemimpinan dan Pelayanan Publik
Kepemimpinan menjadi salah satufaktor kunci dalam kehidupan
organisasi, termasuk pada sektor publik. Thoha (2004) menyatakan bahwa
suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan
oleh faktor kepemimpinan. Begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini,
menjadikan pemimpin selalu menjadi fokus evaluasi mengenai penyebab
keberhasilan atau kegagalan organisasi.
Kepemimpinan (leadership) menurut Ensiklopedia Umum-Kanisius (1993),
diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia
karena ada kepentingan yang sama. Hubungan itu ditandai oleh tingkah laku
yang tertuju dan terbimbing dari pemimpin dan yang dipimpin. Jadi dalam
kepemimpinan, tentu akan melibatkan unsur pemimpin (influencer) yakni
orang yang akan mempengaruhi tingkah laku pengkikutnya (influencee) dalam
situasi tertentu. Sedangkan Gibson, et. al (1992) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan di dalam mempengaruhi sekelompok orang untuk
bersama-sama mencapai tujuan. Pengertian yang senada juga dikemukan oleh
Chowdhury (2003) bahwa “Exercising leadership inevitably involves having
influence. One cannot lead without influencing other”.Sumber dari pengaruh bisa
berupa pengaruh formal yang telah ditetapkan secara organisasional sehingga
seorang pemimpin mampu mempengaruhi orang lain semata-mata karena
kedudukan di tingkat manajerial. Jadi kepemimpinan merupakan suatu proses
dimana seseorang mempengaruhi kebiasaan orang lain ke arah penyelesaian
tujuan yang spesifik yang mengarah kepada teaching organizationuntuk dapat
melatih dan mengembangkan knowledge, skill, dan  attitudesetiap individu
dalam organisasi.
Perkembangan konsep kepemimpinan sampai pada apa yang disebut
sebagai kepemimpinan transformasional  (transformational leadership)  yang
dipelopori oleh Bernard M. Bass sebagai kelanjutan studi dari J.M. Burn pada
tahun 1978. Kepemimpinan transformasional didasarkan pada perubahah nilai,
keyakinan yang dipromosikan oleh pemimpin dan kebutuhan dari
pengikut/pegawainya (Luthan, 1995). Simic (1998) dengan mengutip pendapat
Stoner menyatakan bahwa pemimpintransformasional mendorong para
pegawai untuk mengerjakan lebih dari apa yang dapat dikerjakan,
20
meningkatkan perasaan bahwa apa yang dikerjakan adalah penting dan
bernilai, dan menjadikan pegawai sampai pada prinsip bahwa kepentingan
organisasi yang utama.
Lebih lanjut Simic (1998) denganmengutip pendapat Galpin
menegaskanenam cirri kepemimpinan transformasional, dua diantaranya yang
terkait erat dengan manajemen sumberdaya manusia adalah menghargai
orang lain (appreciation of others) dan pengakuan (recognition). Menghargai orang
lain mengandung makna komunikasi dua arah yang juga mencerminkan
prinsip mendengarkan pegawai. Sedangkan recognation berarti pemberian
penghargaan, misalnya ucapan terima kasih kepada pegawai baik dalam
kondisi sendiri (langsung kepada pegawai yang bersangkutan) maupun dalam
suatu forum. Terkait dengan prinsip tersebut dalam rangka meningkatkan
semangat pegawai, perlu diperhatikanapa yang disarankan oleh Kenneth
Blanchard bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berusaha
’memergoki’ bawahan pada saat mereka berprestasi dan kemudian
memberikan pujian secara tulus, bukanyang berusaha ’memergoki’bawahan
pada saat berbuat kesalahan dan menghukumnya. Efektifitas kepemimpinan
didasarkan pada kombinasi karakteristik personal, keahlian manajerial,
perilaku, dan situasi.
Dalam perspektif pelayanan publik, pemimpin harus mampu membawa
organisasi publik memberikan pelayanan prima. Karena pada hakekatnya
dibentuknya organisasi publik adalahuntuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Tangkilisan (2005) mengatakan bahwa organisasii publik
dikatakan efektif apabila dalam realita pelaksanaannya birokrasi dapat
berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak
ada hambatan (sekat) yang terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat dan tepat
dalam memerikan pelayanan, serta mampu memecahkan fenomena yang
menonjol akibat adanya perubahan sosial yang sangat cepat dari faktor
eksternal. Efektivitas organisasi publik tersebut merupakan produk dari sebuah
sistem yang salah sistem (unsur) adalah sumber daya manusia aparatur.
Sebagai bagian dari suatu sistem, meningkatnya profesionalitas sumber daya
manusia aparatur tidaklah otomatis kinerja organisasi publik akan meningkat.
Sehingga manakala sumber daya manusia aparatur telah profesional, namun
tidak didukung oleh sub-sub sistem lainnya seperti kelembagaan,
ketalaksanaan, sarana dan prasarana yang memadai, niscaya kinerja organisasi
publik yang bersangkutan tidak akan bisamencapai tingkat kerja yang optimal.
Meskipun demikian, sumber daya manusia yang profesional menjadi faktor
diterminan dan sekaligus menjadikan sub sistem lain menjadi baik, dan pada
akhirnya kinerja organisasi publik menjadi baik pula. Berarti kesuksesan suatu
organisasi sangat tergantung pada kinerja sumber daya manusianya yaitu
para pegawai dalam berbagai strata suatu piramida organisasi, yang pada
dasarnya para pegawai tersebut bekerja membutuhkan pemimpin yang
memimpin mereka dalam bekerja. Karena itu, kepemimpinan sebagai bagian
dari sub sistem sumber daya manusia sangat menentukan berjalannya
keseluruhan sub-sub sistem yang terintegratif dan saling berkaitan menjadi
21
sistem yang mampu menggerakkan roda organisasi secara efektif dan efisien.
Tanpa kepemimpinan yang baik, akan sulit bagi organisasi publik untuk
mencapai tujuannya, yaitu memenuhituntutan pelaksanaan tugas dan
fungsinya yang strategis dalam pelayanan publik.
Menurut Goleman (2002), tugas pemimpin adalah menciptakan pada apa
yang disebutnya sebagai resonansi (resonance)yaitu suasana positif yang
mampu membuat seluruh sumber daya manusia dalam organisasi terus
mengikatkan diri (committed)dan menyumbangkan yang terbaik bagi
organisasi. Schein (1992) menyatakan bahwa pemimpin mempunyai pengaruh
yang besar terhadap keberhasilan organisasi dalam menghadapi tantangan
yang muncul.
Tuntutan akan kualitas dan kinerja kepemimpinan dalam penyelenggaraan
pemerintahan mengemuka dan terus meningkat telah menjadi patron seorang
pemimpin dan calon pemimpin di dalam membawa perubahan dalam
organisasi, serta memotivasi anggotanyauntuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan menjadi basis dalam manajemen sumber daya manusia yang
diharapkan tidak saja pada aspek operasional yaitu dalam pembentukan
kualitas kehidupan kerja tetapi juga pada aspek stratejik yang mendasari
terbentuknya kondisi kehidupan kerja tersebut.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai
peranan yang besar untuk memaksimalkan organisasi bekerja dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas. Dalam kaitan ini, pengalaman dari
negara-negara di Asia menunjukkan bahwa kepemimpinan pemerintahan
menjadi kunci perubahan. KeberhasilanMalaysia dan Singapura menjadi
negara yang mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas terutama
karena faktor kepemimpinan.
Untuk menjelaskan hubungan antara faktor kepemimpinan dan kualitas
pelayanan publik, dapat dikemukakan pendapat Katz dan Kahn dalam Richard
M. Steer (Tangkilisan, 2005), bahwa kualitas kepemimpinan dalam berbagai
bentuk memperlihatkan perbedaan antara organisasi yang mampu mencapai
tujuan dan yang tidak. Dikatakan bahwa kepemimpinan dapat mengisi
beberapa fungsi penting yang diperlukan bagi organisasi untuk mencapai
tujuannya, seperti berikut ini :
1.  Dalam fungsi mengisi kekosongan akibat ketidaklengkapan atau
ketidaksempurnaan desain organisasi. Ada banyak hal dalam aktivitas
organisasi publik yang tidak diatur dalam peraturan perundangan sebagai
dasar pembentukan organisasi publik. Karena itu tugas pemimpin adalah
mewakili organisasi publik dalam setiap kegiatan yang menyangkut tugas dan
fungsi pokok birokrasi publik. Tugas-tugas lain, baik internal maupun
eksternal, yang belum diatur dalam perundangan yang ada, menjadi tanggung
jawab pimpinan.
2.  Membangun mempertahankan stabilitas organisasi dalam lingkungan
yang bergolak, dengan memungkinkan dilakukan penyesuaian dan adaptasi
yang segera pada kondisi lingkungannyang bergolak atau yang sedang
berubah. Dalam menindaklanjuti aktivitas layanan, sudah menjadi tugas
22
pimpinan dan para stafnya untuk melakukan persiapan diri jika mekanisme,
metode, dan teknik yang bersifat substansial maupun peraturan perundangan
yang melatarbelakanginya.
3.  Membantu koordinasi intern dari unit-unit organisasi yang berbedabeda, khususnya selama nasa pertumbuhan dan perubahan. Kepemimpinan
dapat meredam serta menjadi pemisah bagi kelompok-kelompok yang
berkomflik dalam organisasi. Tugas dan fungsi organisasi publik tidaklah
ringan, karena keberhasilan layanan sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya.
Inilah tugas berat dari organisasi publik, karena itu dibutuhkan seorang
pimpinan yang mampu mengatasi gejolak atau konflik internal sehingga tidak
mengganggu kinerja serta prestasi organisasi publik.
4.  Memainkan peranan dalam mempertahankan susunan anggota yang
stabil dengan cara pemenuhan kebutuhan anggota secara memuaskan. Untuk
mensukseskan organisasi publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
pimpinan dan stafnya perlu memikirkan kesejahteraan karyawan, baik
kebutuhan fisik, spritual, maupun kepuasan-kepuasan lain yang menjadi
ukuran karyawan sendiri. Jika kondisi ini terpenuhi, tidaklah sukar bagi
organisasi publik untuk mengemban tugas yang diberikan kepadanya.
Dalam mewujudkan pelayanan prima,seorang pemimpin harus berani
melakukan perubahan. Karena itu diperlukan kepemimpinan transformasional
yaitu kepemimpinan yang mampu sebagai agen perubahan. Berbagai
perubahan mungkin mendapatkan tantangan dan hambatan, baik dari dalam
maupun luar organisasi namun seorang pemimpin transformasional harus
berani  menghadapi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian  tersebut
dengan menyiapkan strategi terbaik. Perubahan-perubahan yang dapat
dilakukan seorang pemimpin untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,
antara lain :
a. Memangkas berbagai birokrasi yang sudah tidak relevan.
b. Menerapkan contestability(membandingkan pelayanan yang dilakukan unit
organisasinya dengan organisasi lain untuk melihat efisiensi dan
efektivitasnya) bahkan mengembangkan kontrak dengan sektor swasta (jika
hal ini merupakan jalan terefektif dan terefisien yang harus ditempuh).
c.  Menggunakan berbagai teknologi baru untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
d. Mengembangkan kebijakan publik yang berorientasi pada pelanggan
(customer focus)
Tuntutan akan perbaikan atas kondisi pelayanan publik dewasa ini semakin
besar dan menjadi agenda utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seorang pemimpin harus mampu melakukan perubahan-perubahan menuju
perbaikan secara sistematis dan terukur. Namun demikian berbagai upaya
reformasi yang sifatnya lebih ’internal’tersebut juga harus dibarengi dengan
suatu penngembangan strategi yang bersifat eksternal. Strategi ini diarahkan
pada pengembangan ’citra baik’ organisasi dan pelayanan yang diberikan oleh
organisasi publik.
23
B. Pelayanan Publik dan Building the Trust
Kepercayaan publik tumbuh dari pelayanan yang berkualitas. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan OECD (2000) bahwa pada dasarnya pelayanan
public adalah kepercayaan publik. “Public service is a public trust. Citizens expect
public servants to serve the public interest with fairness and to manage public resources
properly on a daily basis. Fair and reliable public services inspire public trust and create
a favourable environment for businesses, thuscontributing to well-functioning markets
and economic growth,”Dengan demikian, kualitas pelayanan publik merupakan
salah satu strategic issuebagi aparatur negara yang harus diaktualisasikan
dalam kerangka membangun kepercacayaan public.
Dalam upaya perwujudan hal-hal tersebut, pemimpin merupakan faktor
yang signifikan. Peran pemimpin dalam membangun kepercayaan publik
mencakup lingkup internal yang berkaitan dengan upaya menggerakkan dan
memastikan seluruh sumberdaya aparatur berkinerja tinggi, dan lingkup
eksternal organisasi dalam upaya mencermati harapan masyarakat dan
komunikasi eksternal baik menyangkut ukuran-ukuran kinerja pelayanan
(public service measures)yang ditetapkan, upaya yang telah, sedang dan akan
dilakukan, maupun kinerja pelayanan yang telah dihasilkan.
Pemimpin yang cerdas bukanlah suatu jaminan untuk memimpin suatu
organisasii yang efektif dan efisien, karena seorang pemimpin selain memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin juga dituntut berperilaku
sebagai panutan bagi bawahannya (building the trust). Arie de Geus
mengemukan bahwa organisasi yang bisa bertahan lebih dari seratus tahun dan
menunjukkan prestasi yang outstandingadalah organisasi yang dipimpin oleh
pemimpin yang teach by example(dalam Nugroho D, 2003).
Dalam konteks organisasi publik, kepemimpinan lebih merupakan
‘kepemimpinan formal’dalam arti pemimpin merupakan orang yang diangkat
dan dikukuhkan untuk menduduki jabatan tertentu. Pada kondisi demikian,
akuntabilitas (accountability) menjadi penting sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas kedudukan dan kepemimpinan dan
‘pertanggungjawaban sosial’. Akuntabilitas di atas mengandung makna
keharusan/kemampuan untuk menjelaskan dan menjawab segala hal yang
menyangkut langkah dan proses yang dilakukan serta
mempertanggungjawabkan atas kinerjanya.
Dalam rangka mewujudkan kinerja maksimal, kepemimpinan aparatur
harus mendasarkan pada kredibilitas yangdibentuk atas dasar profesionalitas
dan kejujuran. Kejujuran dalam kepemimpinan merupakan akar dan modal
dari terhindarnya tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma-norma
kehidupan sosial dan bernegara, baik yang dilakukan oleh para pemimpin itu
sendiri maupun para pengikutnya.
Dalam membangun hubungan, seorang pemimpin perlu menumbuhkan
karakteristik dan atribut-atribut yang meliputi ( Kuczmarski dan Kuczmarski,
1995): (1) Listens actively; (2) Emphatic; (3) Attitudes are positive and optimistic; (4)
24
Delivers on Promises and commitment; (5) Energy level high; (6) Recognizes selfdoubts and vulnerability; dan (7) Sensitivity to others, values, and potential.
Kepemimpinan merupakan fenomena sosial, yang berarti bahwa praktek
kepemimpinan dipengaruhi nilai-nilai (value-driven).  Dalam pelayanan publik,
nilai-nilai yang mendasari seorang pemimpin transformasional bertindak
adalah customer satisfactiondan perjuangan pada nilai sosial yang menjadi
tanggung jawab negara. Sebagai konsekuensinya, pengembangan berbagai
sistem pelayanan publik diarahkan padapemberian pelayanan yang mudah,
murah, tepat dan sederhana. Dampak dari fenomena sosial tidak hanya pada
nilai yang dianut, namun juga seorang pemimpin yang transformasional
haruslah percaya kepada orang lain dan berani memberikan tantangan dan tanggung
jawab pada orang lain  (empowerment).  Seorang pemimpin harus mampu
menumbuhkan kreativitas dan tidak mematikan berbagai strategi yang
dikembangkan bawahan berdasarkan kompetensi teknis yang mereka kuasai.
Dalam pelayanan publik masih sering dijumpai, seorang pelayan publik
(birokrat) belum mampu melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat.
Birokrasi masih sering memiliki beberapa karakter yang menyebabkan
masyarakat sering alergi bila berurusan dengan birokrasi (Sondang P. Siagian,
1994), yakni :
1.  Apathy (apatis), yaitu bersikap acuh tak acuh terhadap pengguna jasa.
Para aparat/birokrasi sering memandang bahwa masyarakat sebagai pihak
yang membutuhkan maka merekalah yang harus mengikuti keinginan birokrat.
2.  Brush off (menolak berurusan), yaitu berusaha agar pembutuh jasa tidak
berurusan dengannya misalnyadengan cara mengulur waktu dan membiarkan
menunggu dalam jangka waktu yang lama.
3.  Coldness (dingin), yaitu kurangnya keramahan dalam memberikan
pelayanan.
4. Condescension (memandang rendah), yaitu memperlakukan pembutuh
jasa sebagai orang yang tida tahu apa-apa sehingga penyelesaian urusan
menurut keinginan aparatur.
5. Robotism(bekerja mekanis), yaitu bekerja secara mekanis dan
memperlakukan pembutuh jasa dengan perilaku dan tutur kata yang sama dan
monoton.
6. Role Book (ketat pada prosedur), yaitu ketat pada prosedur dan
meletakkan peraturan di atas kepuasan pembutuh jasa.
7.  Rondaround (pingpong/saling lempar tanggung jawab), yaitu untuk
menyelesaikan suatu urusan, masyarakat pengguna jasa harus menghubungi
pelbagai pihak yang saling lempar tanggung jawab.
Dalam fenomena sosial, perilaku tersebut menyebabkan masyarakat sering
‘enggan’bila berurusan dengan birokrasi. Keberadaan karakteristik tersebut
menyebabkan munculnya beberapa implikasi negative seperti dari aspek politis,
terjadi penurunan tingkat kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap
aparat pemerintah; dari aspek finansial, dapat menurunkan pendapatan Negara
karena masyarakat tidak termotivasi untuk taat dan patuh pada kebijakan
pemerintah.
25
Penyelesaian masalah pelayanan publik sangat membutuhkan kerjasama
yang baik antara pemimpin, personal dalam organisasi, masyarakat (client), dan
sektor swasta. Dengan kerja sama yang baik masalah pelayanan publik akan
menjadi ringan jika. semua membuka diri untuk saling menyumpangkan
pemikiran, resources, dan dukungan. Langkah yang dapat ditempuh seorang
pemimpin dalam menggerakkan organisasi untuk menciptakan pelayanan
prima antara lain :
1. Mengembangkan call centers dalam berbagai pelayanan yang diberikan
organisasi publik.
2. Resource sharingatau melibatkan sektor swasta dalam penyediaan
pelayanan publik. Bahkan bagi pemerintah daerah dapat mengembangakan
satu sistem kerja sama dengan daerah terdekat untuk mencapai efektivitas dan
efisiensi dalam satu jenis (atau beberapa) pelayanan kepada publik.
3. Konsultasi publik (citizen consultation) dalam mengembangan sistem atau
kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan publik
Meskipun disebutkan di atas bahwa salah satu kompetensi seorang
pemimpin adalah bisa mempengaruhi, namun bukan pengaruh yang bersifat
‘çoercive’ atau pemaksaan. Pengaruh yang dimaksud adalah pengaruh yang
mengandung konsekuensi/keuntungan bagi organisasi dan stakeholdernya.
Pengaruh yang bersifat ‘sukarela’ sangat penting untuk dilakukan dengan
keuntungan antara lain:
1.  Meningkatkan kapasitas transaksional yang akhirnya tercipta truly
citizen-centered. Jika masyarakat percaya maka mereka akan berpartisipasi aktif
terhadap berbagai kegiatan pemerintan. Hubungan yang bersifat ‘mutualisme’
ini akan berdampak positif pada kinerja pemerintah dan partisipasi
masyarakat, pemerintah memfokuskan kegiatannya pada tuntutan dan
permasalahan public dan masyarakat memberika dukungan (financialdan
moril) akan kegiatan tersebut.
2.  Pemerintah yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya dapat
membangun populasi/masyarakat yang saling ‘memperhatikan (care)’. Atau
dengan kata lain menginformasikan permasalahan yang dihadapi pada jalur
resmi pemerintah sehingga tidak gampang dimanipulasidan dimanfaatkan
pihak lain.
Untuk mendapatkan suatu pengaruh yang ’positif’dari kepercayaaan
masyarakat bukanlah hal yang mudah. Apalagi kita masih menghadapi
persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Beberapa
catatan perubahan persepsi yang harus dilakukan organisasi publik untuk
mendapatkan kepercayaan atau ‘trust’ dari masyarakat antara lain
(http://www.accenture.com) :
1.  Menghilangkan persepsi bahwa kualitas pelayanan publik selalu kalah
dan di bawah kualitas pelayanan sektor swasta. Cara yang dapat ditempuh
adalah dengan mengenalkan suatu pelayanan yang melebihi  standard
pelayanan yang dilakukan swasta. Atau dengan mempublikasikan ‘prestasi’
/pelayanan terbaik yang dilakukan pemerintah. Strategi ini penting untuk
menunjukkan bahwa ada pelayanan publik yang berhasil dan sukses, karena
26
yang biasa kita dengar adalah cerita kegagalan pelayanan public dalam
memberikan pelayanan terbaik.
2.  Menempatkan organisasi pemerintah untuk selalu berada pada titik
kritis kesuksesan pelayanan. Salah satu masalah umum dalam pelayanan
publik adalah kelangsungan suatu kinerja pelayanan. Organisasi publik sering
‘terlalu cepat puas’dengan kinerjanya sehingga ‘lupa’ untuk menjaga kualitas
terbaiknya. Terkadang dengan alasanproyek, suatu pelayanan di disain
dengan kualitas terbaik, namun untuk memelihara kualitas tersebut ungkapan
tidak ada dana, mereka tidak mampu menjaga dan menyesuaikan pelayanan
dengan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
3.  Menciptakan Operasi Baru dalam Pelayanan Publik. Strategi ini sangat
penting untuk mengantisipasi perubahan tuntutan masyarakat sesuai dengan
perkembangan global. Termasuk dalam strategi ini adalah pembenahan
struktur internal organisasi publik dan proses pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
4.  Menerapkan Four Proactive Tactics. For proactive tactics meliputi  the
stick, the carrot, marketing pull dan high-touch push. Strategi ini digunakan untuk
menumbuhkan motivasi dalam organisasi untuk mengadopsi strategi
pelayanan yang dipakai organisasi.
Sebagai catatan dalam pelaksanaan adopsi strategi pelayanan kita perlu
memperhatikan pentingnya diskresi pada level aparatur yang langsung
berhubungan dengan masyarakat (street level bureaucrac), namun perlu dibatasi
dengan norma-norma sehingga diskresi ini menjadi diskresi yang bertanggung
jawab. Dalam melakukan melakukan berbagai strategi peningkatan pelayanan
seperti tersebut di atas seorang pemimpin harus meluaskan perspektif mereka
tentang makna pelayanan publik. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang
mampu membangun visi bersama (shared-vision).Berikut adalah beberapa
karakteristik pimpinan visioner dalam pelayanan publik
(http://www.accenture.com) :
1.  Selalu tidak puas, seorang pemimpinyang visioner adalah seorang
pemimpin yang selalu memiliki keinginan untuk melakukan peningkatan.
Seorang pemimpin yang mempertahankan metode lama sama dengan berjalan
ke belakang karena metode tersebut belum tentu sesuai dengan lingkungan
yang selalu berubah.
2.  Mampu menciptakan standard terbaik menurut visinya, untuk
mendapatkan kinerja terbaik seorang pemimpin public harus mengembangkan
suatu visi stratejik dalam bidang pelayanan yang mencerminkan budaya,
aspirasi dan nilai-nilai dalam organisasi.
3.  Mampu mengorganisir pelaksanaan pelayanan secara efektif, seorang
pemimpin yang visioner mengetahui bahwa sebuah kebijakan dikatakan ketika
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Pengorganisasian ini berarti bahwa pemimpin harus mampu menggerakkan
secara top-down dan juga struktur organisasi secara horizontal dengan baik.
27
4.  Mampu memperkuat hubungan dengan masyarakat, dengan
menggunakan teknologi terbaru untuk memaksimalkan pelayanan secara
online.
5.  Memiliki keinginan kuat untuk selalubelajar,baik dari keberhasilan
organisasi lain dalam pelayanan maupun belajar dari kesalahan yang mereka
lakukan.
6.  Mampu menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan,
termasuk akuntabilitas dan transparansi yang bersifat multiple governmental
organizations.
Karakteristik tersebut merupakan dasar dan sarana dalam membangun
hubungan yang baik dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan oleh sektor publik. Atas dasar kredibilitas yang
berakar pada kejujuran, komitmen yang tinggi, dan semangat pengabdian
dalam menjalankan berbagai peran kepemimpinan, diharapkan kepemimpinan
aparatur dapat mewujudkan kinerja  yang maksimal dalam mengwujudkan
pelayanan prima. Kita berharap semoga citra pelayanan publik yang selama ini
sering dinilai negatif dapat berubah menjadi lebih baik.
C. Kesimpulan
Kunci kepercayaan masyarakat terhadappemerintah adalah terletak pada
kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Karena itu,
tuntutan terhadap kualitas pelayanan prima merupakan hal yang harus
diupayakan. Perwujudan pelayanan yang berkualitas dapat dilalukan melalui
perubahan visi dan orientasi pelayanan yang lebih berfokus kepada
kepentingan pelanggan. Selain itu, organisasi publik harus memperhatikan
prinsip kerjasama dan partisipasi pegawai didalam organisasi, serta harus
senantiasa melakukan perbaikan secara terus menerus.
Pemimpim dalam berbagai strata piramida suatu organisasi publik harus
memberikan dukungan dan komitmennya kepada bawahan yang selalu
mengabdi atau berdedikasi dalam pemberian pelayanan publik dan dukungan
serta komitmennya kepada para pengguna atau penerima pelayanan publik.
Selain itu. dalam pelayanan publik diperlukan norma antara lain tentang
kebenaran, pemenuhan janji kepada publik, dan adil dalam memberikan
pelayanan.
Prof. A. Aziz Sanapiah, MPAadalah Guru Besar Tetap STIA LAN Jakarta dan
Ketua Jurusan Administrasi Bisnis STIA LAN Jakarta.
Daftar Pustaka
Bailey, Stephen J. 1999. Local Government Economics-Principle and Practice.
MacMillan Press LTD, Houndmills, Basingstoke, Hampshire RG216XS.
28
Bennis, W.G, and B. Nanus. 1985. Leaders: The Strategies for Taking Change. New
York: Happer and Row.
Dunn, William N. 2000. Public Policy Analysis: An Introduction(Indonesian
Edition). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ensiklopedia Umum. 1993. Yogyakarta: Kanisius.
Gibson, JL., Ivancevich, JL., dan Donnelly, JH. 1992. Organisasi: Perilaku, Struktur,
Proses. Cetakan Kelima.Jakarta: PT Erlangga.
Handoko, HT. 1995. Manajemen. Cetakan Kesembilan.Yogyakarta: BPFE.
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik; Konsep,
Teori dan Isu.Yogyakarta: Gava Media.
Kotter, J. P. 1990. A Force for change. New York: Free Press.
Kuczmarski, Susan Smith dan Thomas D. Kuczmarski. 1995. Values-Based
Leadership. New York:Prentice Hall.
LAN. 2003. Dimensi-Dimensi Pokok Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jakarta:LAN-RI.
Locke, Edwin A. and Association. 1997. The Essence of Leadership: The Four Keys
to Leading Succesfully.
Mileham, P. and Spacie K. 1996. Transforming Corporate Leadership.London:
Pitman Publishing.
Mustopadidjaja. 2002. Paradigma-Paradigma pembangunan. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Nugroho, D. Riant. 2003. Reinventing Pembangunan: Menata Ulang Paradigma
Pembangunan Untuk Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Gramedia.
Nunik Retno Herawati. 2001. Manajemen Pelayanan Publik Daerah,  dalam
Manajemen Otonomi Daerah. Semarang: CLOGAPPS Universitas Diponegoro.
Robbin, S. P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.Jakarta: PT
Prenhalindo.
Stoner, J. F., Freeman, A. E. dan Gilbert, D. A. 1995. Management. Sixth Edition.
New Jersey: Prentce Hall International Inc., A. Simon & Schuster Company.
Supriatna, Tjahya. 1996. Administrasi Birokrasi dan Pelayanan Publik.Jakarta: PT
Nimas Multima.
Tangkilian, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia.
Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemeritah.
2000. Manajemen Pemerintahan Baru. Jakarta: Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan.
Yukl, Gary. 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi (Terjemahan).  New York:
Prentice Hall Inc.
______________________________________________________________________
29

Resume Reinventing Goverment (Mewirausahakan Birokrasi)



Nama : Lio Permana
Nim    : F1B013037


MEWIRAUSAHAKAN BIROKRASI
David Osborne & Ted Gaebler
Penerjemah : Abdul Rosyid

Bab 1              Pemerintahan Katalis : Mengarahkan Ketimbang Mengayuh

            Upaya mengarahkan membutuhkan  orang yang mampu melihat seluruh visi dan kemungkinan serta mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara sungguh-sungguh memfokuskan pada satu misi dan mengarahkannya dengan baik. Metode terbaik perlu dicari dalam upaya mengarahkan organisasi mencapai sasarannya. Sedangkan upaya mengayuh organisasi bagaimanupun juga akan cenderung mempertahankan metode “organisasi tersebut”.
            Pemerintah entrepreneurial semakin menjauhkan upaya mengayuh dari upaya mengarahkan.Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak istimewa. Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang menentukan kebijakan dan produksi sendiri hanyalah salah satu alternnatif yang ada.
            Pegawai negeri tidak harus merasa menjadi korban pemerintah entrepreneurial. Di tempat seperti St. Paul dan Visalia, mereka adalah yang paling diuntungkan. Jumlah total pekerjaan yang diciptakan pemerintah semacam ini tidak banyak berubah; sebagian dari pekerjaan ituhanya beralih ke berbagai perusahaan swasta dan organisasi masyarakat. Tetapi kepuasan dari para pekerja meningkat secara mencolok.
            Organisasi pengarah menetapkan kebijakan, memberikan dana kepada badan badan operasional (pemerintah dan swasta) dan menilai kinerja tetapi mereka sendiri jarang memainkan peran operasional. Mereka sering mengabaikan batas batas birokrasi tradisional; kenyataannya, anggota mereka kadang-kadang diambil dari sektor pemerintah maupun swasta.
            Swastanisasti hanyalah titik awal yang keliru untuk suatu pembicaraan mengenai peran pemerintah. Pelayanan dapat dikontrakan atau dialihkan kesektor swasta. Tetapi kepemerintahan (governance) tidak. Kita dapat mengarah fungsi-fungsi pengarahan yang terpisah, tetapi tidak seluruh proses kepemerintahan. Jika kami melakukan demikian, kami tidak akan mempunyai mekanisme untuk mengambil keputusan kolektif, tak punya cara untuk menetapkan peraturan pasar, tak punya sarana untuk memaksakan peraturan prilaku.
            Bisnis melakukan beberapa hal lebih baik dari pemerintah tetapi pemerintah juga melakukan beberapa hal lebih baik dari bisnis.


Bab 2              Pemerintah Milik Masyarakat: Memberi Wewenang Ketimbang                                                                                                 Melayani

            Pemberian wewenang kepada masyarakat seperti Kenilworth Parkside tidak hanya merubah harapan dan membangkitkan kepercayaan, biasanya memberikan solusi-solusi yang jauh lebih baik terhadap setiap masalah mereka ketimbang terhadap layanan umum biasa. Mc Knight memberikan serangkaian pertentangan yang mmperjelas antara sistem penyampaian pelayanan profesional dan apa yang disebutnya perkumpulan komunitas: Komunitas memiliki komitmen yang lebih besar terhadap para anggotanya ketimbang sistem penyampaian pelayanan klien, komunitas lebih memahami masalahnya sendiri ketimbang tenaga profesional di bidang pelayanan, Kalangan profesional dan birokrasi memberikan pelayanan sedangkan masyarakat memecahkan masalah, lembaga-lembaga dan para profesional menawarkan “pelayanan”sedangkan masyarakat menawarkan kepedulian, Komunitas lebih fleksibel dan kreatif ketimbang birokrasi pelayanan yang besar, komunitas lebih murah dari pada para profesional di bidang pelayanan, komunitas menegakan standar prilaku lebih efektif ketimbang birokrasi atau profesional bidang pelayanan, komunitas menfokuskan pada kapasitas sedangkan sistem pelayanan fokus pada kekurangan,
            Strategi Kemp meliputi banya tahap kasus yang dapat dilakukan pemerintah: pemerintash dapat menghilangkan berbagai kendala bagi kontrol masyarakat; mendorong komunitas yang terorganisir untuk mengendalikan pemberian wewenang, menyediiakan modal, bantuan teknis, dan menggerakana sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah ke dalam kendali organisasi-organisasi masyarakat. Organisasi pemerintah dapat menciptakan suatu spektrum peluang yang dapat diraih oleh komunitas yang berbeda-beda begitu mereka siap.
            Apa yang diharapkan oleh warga negara adalah lebih banyak kontrol atas persoalan-persoalan yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka sperti keselamatan umum, sekolah anak-anak mereka, para developer yang ingin merubah pemukiman mereka. Sebernarnya mereka begitu peduli dengan hal-hal ini sehingga banyak dari mereka mencurahkan waktu meraka yang berharga setia minggu untuk kerja sukarela di sekolah-sekolah, untuk penjagaan pemukiman, atau dalam organisasi masyarakat. Disinilah tepatnya demokrasi partisipatori menjadi kenyataan dalam pemerintahan amerika.
            Di St.Paul misalnya, Goerge Latimer mendorong kepemilikan dari puluhan pelayanan kedalam masyarakat, dari mulai pemeriksaan listrik rumah dan pengaturan cuaca sampai mengganti pohon-pohon mati karena penyakit pohon elm Belanda. Ia begitu berhasrat untuk membuat warga negara merasa seperti mereka memiliki kotanya sehinggaia menerbbitkan suatu Owner’s Manual yang memuat semua daftar pelayanan dan dapartemen yang ada di kota itu.


Bab 3              Pemerintah yang Kompetitif : Menyuntikan Persaingan ke Dalam 
                        Pemberian Pelayanan

            Keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih besar: mendatangkan lebih banyak uang. Kompetisi dalam pemberian pelayanan kan mendukung “kelangsungan hidup hal yang bermanfaat”. Praktek pemerintah yang normal mendorong adanya seleksi alam. Kami menemukan kalangsungan hidup hal yang telah berurat berakar atau yang secara politis kuat, dan ternyata lebih baik ketimbang “kelangsungan hidup hal yang bermanfaat”. Setiap keputusan mengenai pelayanan dibuat berdasarkan pada apa yang dilakukan tahun sebelumnya, organisasi pemberi pelayanan mana yang mempunyai pengaruh politik, siapa yang memberi kontribusi pada kampanye dan tempat serikat-serikat pekerja berada. Eksperimen yang berhasil juga tetap marjinal jika tidak mempunyai pengaruh politik. Dan ketika anggaran dikurangi program-program marjinallah yang duluan mengalaminya.
            Ketika organisasi pelayanan dilibatkan dalam kompetisi murni, segala sesuatupun berubah, mereka yang memberikan pelayanan buruk dengan harga tinggi pelan-pelan tersingkir, sementara mereka yang memberikan pelayanan yang bermutu dengan harga yang wajar tumbuh semakin besar. Kompetisi di kelompok marjin memaksa setiap organisasi berkali-kali berganti kulit. Jika pengukuran yang akurat terhadap mutu dilakukan, seleksi alam hampir dengan sendirinya akan berhasil. Para politisi bisa saja mencoba turut campur, tetapi bila mereka melakukannya, merek harus siap menghadapi kenyataan.
            Kompetisi harus disusun dan di manajemeni dengan cermat, jika ingin berhasil. Seperti dalam pendidikan maka pasar-pasar yang tidak di atur akan menimbulkan ketidak adilan. Organisasi yang menjual jasa, apakah itu pelatihan kerja atau pun perawatan siang hari, cenderung mengambil bisnis yang paling menguntungkan: yang menginginkan pelatihan paling sedikit; yang rute-rute bisnya paling sulit dilalui: para orang tua yang mampu membayar perawatan siang hari.


Bab 4              Pemerintah yang Digerakan Oleh Misi: Mengubah Organisasi yang
                        Digerakan oleh Peraturan

            Organisasi yang digerakan oleh misi memberikan kebebasan pada karyawannya dalam mencapai misi organisasi dengan metode paling efektif yang dapat mereka temukan. Hal ini mempunyai keunggulan yang nyata. Organisasi yang digerakan oleh misi lebih efisien dibandingkan organisasi yang digerakan oleh peraturan; organisasi yang di kegerakan oleh misi juga lebih efektif dibandingkan organisasi yang gerakan oleh peraturan: mereka mendatangkan hasil yang lebih baik; organisasi yang digerakan oleh misi lebih inovatif ketimbang yang digerakan oleh peraturan; organisasi yang digerakan oleh misi lebih fleksibel dibandingkan organisasi yang gerakan oleh peraturan;        organisasi yang digerakan oleh misi lebih memiliki semangat yang tinggi daripada organisasi yang digerakan oleh peraturan.
            Pada dasaarnya, anggaran Pengendalian Belanja memberikan wewenang keppada organisasi untuk mencapai misi mereka tanpa dibebani oleh kategori pembelanjaan sebelumnya. Itulah sebabnya kami menyebutnya anggaran yang digerakan oleh misi. Anggaran yang di gerakan oleh misi memiliki keuntungan sebagai berikut : memberikan dorongan kepada setiap pekerja untuk menghemat uang, membebaskan sumberdaya untuk menguji berbagai gagasan baru, memberikan otonomi kepada para manager yang diperlukan untuk merespon setiap kondisi lingkungan yang berubah, menciptakan lingkungan yang dapat diramalkan, sangat menyederhanakan proses anggaran, menghemat jutaan dolar untuk auditor dan pegawai anggaran, dan membebaskan para anggota legislatif untuk memfokuskan pada isu-isu penting.
            Para wirausaha publik dalam membangun organisasi yang digerakan oleh misi menggunakan sejumlah strategi dasar sebagai berikut: menciptakan sebuah pernyataan misi, mengorganisir berdasarkan misi ketimbang berdasarkan daerah yang diklaim, menciptakan suatu kultur di dalam misi, membuat izin untuk menggagalkan.


Bab 5              Pemerintah yang Berorientasi Hasil: Membiayai Hasil, Bukan              
                        Masukan

Meletakan Ukuran Kinerja pada Pekerjaan
            Strategi yang paling umum adalah upah kinerja: sejenis sistem penilaian jasa atau bonus bagi perorangan dan atau kelompok yang berprestasi tinggi. Dalam hierarki praktek manajemen, manajemen berdasarkan hasil lebih efektif dibandingkan manajemen berdasarkan terkaan dan manajemen berdasarkan sasaran. Malah manajemen berdasarkan hasilpun dapat ditingkatkan. 

Penganggaran Untuk Hasil
            Manajemen berdasarkan hasil dan MMT keduanya merupakan sarana yang paling efektif untuk memaksa organisasi bertindak menurut informasi kinerja yang mereka terima. Tetapi dalam pemerintahan, pendongkrak yang paling penting (sistem yang paling kuat mendorong prilaku) adalah anggaran. Bagaimanapun juga, kebanyakan manager bekerja dalam pemerintahan bukan untuk memperkaya diri melainkan untuk memiliki suatu dampak positif pada masyarakat. Peluang tersebut tersedia hanya sampai taraf kemampuan mereka mengontrol sumber daya. Organisasi berorientasi hasil ahirnya menyadari bahwa mereka perlu mengembangkan sistem anggaran yang membiayai hasil ketimbang masukan.
            Ada beberapa cara untuk melakukan ini, tergantung pada pelayanan dan organisasi yang dikelola. Pertama, hanya dengan menambahkan ukuran output dan atau outcome kepada anggaran yang digerakan oleh misi. Kedua, adalah menggunakan pendekatan Sunnyale: membuat anggaran untuk tingkat pelayanan yang diinginkan suatu tingkat jumlah dan mutu yang ditetapkan.
           
Pendekatan-Pendekatan Wirausaha Unuk Penganggaran
Tipe Anggaran
Definisi
  1. Penganggaran yang digerakan oleh misi
Lihat bab 4
  1. Penganggaran Output
Sistem anggaran yang difokuskan pada output pelayananatau output yang dihasilkan.
  1. Penganggaran Outcome
Sistem anggaran yang memfokuskan pada hasil dari kegiatan yang didanai, yakni mutu atau keefektifan, dari pelayanan yang diberikan.
  1. Penganggaran yang didorong pelanggan
Lihat bab 4



Bab 6              Pemerintahan yang Berorientasi Pelanggan: Memenuhi Kebutuhan    
                         pelanggan bukan Birokrasi

            Pemerintah yang paling demokratis lahir untuk melayani pelanggannya. Pengalaman yang paling menyedihkan yang dialami orang yang berhadapan dengan pemerintah adalah arogansi birokrasi.
            Dalam sektor publik, tidak seperti bisnis, sebagian besar kelompok mempunyai banyak kelompok pelanggan. Satu-satunya cara untuk membuat pemberi jasa publik merespon kebutuhan pelanggan mereka adala menempatkan sumber daya di tangan pelanggan dan membiarkan mereka memilih. Semua teknik untuk mendengar yang diatas semuanya penting, tetapi jika pelanggan tidak mempunyai pilihan terhadap pemberi jasa  mereka tetap bergantung pada goodwill dari pemberi jasa. Para pemberi jasa berada di kursi supir dan para pelanggan hanya bisa berharap mereka membawa kemana pelanggan ingin pergi. Dilain pihak, kalau pelanggan yang mengendalikan sumberdaya tersebut, mereka bisa memilik tempat tujuan dan rutenya.
            Untuk memperjelas contoh dalam bab ini, terdapat cara untuk mendengarkan suara pelanggan, sebagai berikut : survai pelanggan, tindak lanjut pelanggan, survai komunitas, kontak pelanggan, laporan kontak pelanggan, dewan pelanggan, kelompok fokus, wawancara pelanggan, surat elektroik, pelatihan pelayanan pelanggan, uji pasar, jaminan mutu, inspektur, pejabat penyalidik keluhan, sistem pelacak pengaduan, angka 800, dan kotak atau formulir saran.
            Sistem berorientasi pelanggan seperti pendekatan RUU GI memiliki keungulan seperti berikut: memaksa pemberi jasa untuk dapat bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepotilisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesampatan kepadaorang untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan, pemborosan lebih sedikit karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong pelangganuntuk membuat pilihan dan mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.
            Menempatkan sumberdaya ditangan pelanggan saja tidaklah cukup. Jika penyedia jasa adalah publik, atau didanai oleh publik, pemerintah wirausaha sering mendapati bahwa mereka menghadapi satu tahap lagi yaitu bahwa mereka harus merubah birokrasi yang sudah ada.
            Power dan rekan-rekannya yakin suatu sistem yang berorientasi pada pelanggan semestinya “akrab dengan pemakai”, mereka juga mereasa sistem itu harusnya “transparan”, sistem yang berorientasi pelanggan juga memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang holistik, tanpa mendaftar ke setengah lusin program.

Bab 7              Pemerintahan Wirausaha: Menghasilkan Ketimbang Membelanjakan

            Mencetak laba melalui perjanjian pembanguna merupakan salah satu metode yang agresif digunakan oleh pemerintahan wirausaha. Tetapi model itu juga lebih beresiko ketimbang beberapa pilihan alternatif lainnya. Barangkali cara yang paling aman untuk menghasilkan pendapatan siluar pajak adalah membebani/memungut mereka yang menggunakan pelayanan pemerintah.
            Pungutan kepada pemakai tentu saja tidak selalu tepat. Pungutan ini akan berjalan dibawah tiga kondisi: jika pelayanan tersebut merupakan “barang pribadi”, menguntungkan individu yang menggunakannya; jika pihak yang tidak membayar dapat diisahkan dalam menikmati manfaatnya; dan jika pungutan dapat dikumpulkan secara efisien. “Barang kolektif”, yang bermanfaat banyak bagi masyarakat sebaiknya tidak ditagihkan penuh kepada pelanggannya. Pengangkutan umum misalnya, menguntungkan bagi setiap orang bagi yang menggunakannya maupun yang tidak karena mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi. Jika harga ditetapkan untuk menutupi seluruh biaya, lebih sedikit orang yang akan menggunakannya dan masyarakat akan kehilangan banyak dari manfaat kolektif ini.
            Pungutan kepada pemakai mempunyai dua keuntungan: menghasilkan uang dan menurunkan permintaan akan layanan pubik tertentu. Kedua, membantu menyeimbangkan anggaran publik.
            Karakteristik ketiga yang telah kita lihat pada pemerintah wirausaha adalah suatu prespektif “investasi” suatu kebiasaan menghitung laba dari pembelanjaan sebagaimana suatu investasi. Investasi bukanlah cara mendatangkan uang; melainkan cara menyimpan uang. Beberapa politikus mulai melontarkan kata investasi untuk membenarkan pengeluarannya. Seperti ucapan ”bagi sekolah kami, pengeluaran ini adalah investasi di masa depan”.
            Jika manager tidak dapat memperoleh pendapatan apapun, tampaknya karena mereka tidak mau mengejarnya. Jika anggaran manajer dipasokan tanpa mempertimbangkan apakah departemen tersebut menghasilkan sesuatu atau tidak, mereka cenderung tidak menyisihkan waktu untuk mendatangkan uang, Dengan kata lain, jika kita menginginkan manajer publik berpikir seperti wirausaha, kita harus memberi mereka dorongan untuk berbuat demikian. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini: Andil tabungan dan pendapatan, modal inovasi, dana usaha, pusat laba,  dan mengidentifikasi biaya sesungguhnya dari pelayanan.


Bab 8              Pemerintah Antisipatif: Mencegah Daripada Mengobati

            Ada saatnya ketika pemerintah kita harus lebih memusatkan pada penceahan: pada pembangunan sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; pada pembuatan peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran; pada pengawasa terhadap susu, daging dan restoran, untuk mencegah sakit; pada riset yang menghasilkan vaksin dan pengobatan medis lain, untuk membasmi penyakit.
            Perencanaan strategis adalah salah satu cara untuk mengantisipasi masa depan: perencanaan strategis adalah cara lain untuk membuat keputusan berdasaarkan pandanga kedepan. Sejumlah lembaga publik yang terus meningkat telah berupaya untuk berbuat demikian, dengan menggunakan disiplin di sektor swasta yang dikenal dengan perencanaan strategis. Intinya, perencanaan strategis adalah proses penelitian situasi yang sedang berlangsung ke arah ke masa depan dari suatu organisasi dan masyarakat, penetapan sasaran, pengembangan strategi untuk mencapai sasaran tersebut, serta pengukuran hasil. Proses perencanaan strategis yang berbeda mempunyai keahlian inovasi yang berbeda, tetapi kebanyakan melibatkan sejumlah langkah dasar :
  • analisis situasi, internal dan eksternal:
  • diagnosis, atau identifikasi isu-isu kunci yang dihadapi organisasi;
  • definisi darimisi yang mendasar dari organisasi;
  • pengungkapan sasaran dasar organisasi;
  • penciptaan visi: seperti apa keberhasilan itu;
  • pengembangan strategi untuk mewujudkan visi dan sasaran;
  • pengembangan jadwal dari sasaran tersebut;
  • pengukuran dan evaluasi dari hasil.

            Perencanaan strategis bukanlah sesuatu yang dikerjakan sekali, untuk mengembangkan rencana, melainkan suatu proses yang berulangkali dan teratur. Sistem perencanaan strategis  dapatsaja menjadi langkah yang tidak berguna. Namun, dalam keadaan yang paling baik, perencanaan strategis menembus budaya organisasi, membentuk pikiran yang hampir intuitif tentang kemana akan melangkah dan apa yang penting. Perencanaan strategis merupakan antitesis politik. Perencanaan itumengasumsikan lingungan yang sangat rasional atau sesuatu yang tidak pernah ada dalam pemerintahan. Bahkan dalam saat- saat terbaik, sedikit sekali politikus memperhatikan pemilihan berikutnya.
            Ada cara-cara untuk membentuk pandangan kedepan, sekalipun dalam lingkungan politis. Yaitu dengan: penganggaran jangka panjang, penganggaran lintas departemen, dana kontingensi atau dana ”masa paceklik”, akuinting untuk hasil jangka panjang, pemerintah regional(yuridiksi), dan mengubah sistem politik.
           

Bab 9              Pemerintah Desentralisasi: Dari Hierarki Menuju Partisipasi dan
                        Tim Kerja

            Para pemimpin yang berjiwa wirausaha secara naluriah mencoba menjangkau pendekatan yang terdesentralisasi. Mereka menggerakan banyak keputusan ke “pinggiran”. Mereka menekan otoritas keputusan yang lain “ke bawah”. Dengan membuat hierarki menjadi datar dan memberi otoritas kepada peawai-pegawainya..             Lembaga yang terdesentralisasi mempunyai  sejumlah keunggulan: lebih fleksibel dan dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah; jauh lebih efektif; jauh lebih inovatif; menghasilkan semangat yang lebih tiggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitasnya.
            Manajemen partisipatif berjalan dengan baik dalam organisasi-organisasi publik yang enterprenerial. Banyak manajer publik yang percaya bahwa serikat pekerja adalah hambatan terbesar yang menghadang dijalan pemerintah wirausaha. Tentusaja serikat pekerja menolak perubahan yang mengancam pekerjaan anggota mereka sebagaiman yang akan dilakukan organisasi rasional manapun. Barangkali cara terbaik untuk mengamankan kerjasama derikat pekerja adalah mengmbil kebijakan tanpa pemecatan. Tak seorangpun ingin melakukan inovasi sendiri diluar pekerjaan. Tetapi ketika pekerja mengetahui mereka memiliki jaminan keamanan pekerjaan, sikap mereka terhadap inivasi berubah secara dramatis. Jika organisasi-organisasi menjaga semua lapisan manajemen mereka dan semua manajer madya terus memainkan peran tradisional mereka, kendali yang berlebihan akan cepat timbul. Oleh karena itu, organisasi-organisasi partisipatif mendapati bahwa mereka harus menghilangkan lapisan dan memendekan hierarki mereka.
            Manajemen partisipatif bervariasi dalam kedalaman dan kualitasnya. Beberapa upaya adalah kedok belaka sebagian revolusioner. Sebagian manager hanya menginginkan masukan yang lebih banyak dari karyawan, tetapi tidak ingin membagi kekuasaan. Sebagian lainnya memandang karyawannya sebagai mitra murni yang membagi tanggung jawab atas segala aspek dari produktivitas organisasi dan mutu kehidupan kerja. Semakin jauh organisasi bergerak sepanjang jalur ini, semakin besar hasilnya. Hampir tak terbatas jumlah perangkat yang dapat mereka manfaatkan sepanjang cara ini : Gugus mutu, adalah tim suka rela yang menggunakan metode deming untuk memperbaiki proses kerja; Komite buruh- karyawan, memberi para manajer dan perwakilan karyawan suatu forum tetap dimana untuk membahas kepentingan mereka; Program pengembangan Karyawan, membantu para karyawan mengembangkan bakat dan kemampuan mereka melalui pelatihan, loka karya atau yang lainnya; Survei sikap, memberi lebh banyak informasi karyawan ketimbang teknik-teknik lainnya kepada para pemimpin; Evaluasi Karyawan Terhadap Manajer, meskipun belum digunakan secara meluas, merupakan perangkat yang kuat. Kebijakan Invensi (penemuan), Membantu karyawan mematenkan dan mengembangkan produk atau prosesbaru yang mereka temukan; Perlombaan Inovasi, mendorong tim-tim karyawan untuk berinovasi dan memperjuangkan usaha-usaha mereka ketika mereka berbuat; Program penghargaan, digunakan untuk menghargai peraih prestasi yang tinggi dalam setiap organisasi entreprenial yang telah kami jumpai.


Bab 10                        Pemerintahan Beroientasi Pasar: Mendongkrak Perubahan Melalui
                        Pasar

            Mekanisme pasar memiliki banyak keunggulan dibanding mekanisme admnistratif. Pasar juga memberi respon terhadap perubahan yang cepat dengan segera. Dan seperti ditekankan diatas, restrukturisasi pasar memungkinkan pemerintah untuk mencapai skala yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah serius.
            Program administratif memiliki sederet kelemahan jika dibandingkan dengan dengan pasar : program dikendalikan oleh parlemen bukan pelanggan, program digerakan oleh politik bukan kebijakan, program menciptakan “bidang tanah” yang kemudian dipertahankan mati-matian oleh wakil pemerintah, program cenderung membentuk sistem pemberian jasa yang terfragmentasi, progrram jarang mati, program jarang mencapai skala kebutuhan untuk membuat dampak yang berarti, dan program biasanya menggunakan perintah bukan insentif.
            Ketika pemerintah mempertimbangkan mekanisme pasar untuk memecahkan masalah sebaiknya diperhatikan apakah enam unsur ini ada : penawaran, permintaan, aksesbilitas, Informasi, peraturan dan penjagaan. Ketika pemerintah merestrukturisasi pasar juga juga harus melakukan hal-hal berikut : Menetapkan peraturan pasar, menyediakan informasi bagi konsumen, menciptakan atau memperbanyak permintaan, mengkatalisir penawaran sektor jasa swasta, mempercepat pembentukan sektor pasar baru.mengubah kebijakan investasi publik, bertindak sebagai pialang bagi pembeli dan penjual, pemberian harga kegiatan melalui peraturan pajak, mengelola permintaan melalui pungutan pemakai, dan membangun komunitas.
            Dalam arena regulasi, pemerintah tradisional menggunakan mekanisme perintah-dan-kontrol, mereka menetapkan peraturan dan memerintahkan orang untuk tunduk. Strategi perintah-dan-kontrol mempunyai sejumlah kekurangan, yaitu : tidak mengubah insentif ekonomi yang mendasari dorongan perusahaan atau individu; strategi perintah-dankontrol bergantung pada hukuman namun dalam lingkungan politik, banyak dari hukuman tersebut tidak pernah dapat dinilai; merupakan proses yang sangat lamban; peraturan yang menentukan industri teknologi yang tepat harus digunakan untuk mengontrol polusi, menghambat polusi, menghambat inovasi tekologi; karena pendekatan perintah-dan-kontrol menetapkan dengan ceroboh persyaratan yang sama pada industri diseluruh negeri, pendekatan itu jadi sangat mahal; memaksa EPA memusatkan terutama pada lembaga besar, baik lembaga bisnis maupun lembaga pemerintah; terahir, regulasi pemerintah-dankontrolmempunyai kecenderungan untuk memusatkan pada gejala ketimbang penyebab.
            Sepanjang buku ini kami telah berpendapat bahwa kunci untuk menata ulang pemerintah adalah dengan mengubah insentif yang menggerakan lembaga publik. Ini hanya cara lain untuk mengatakan bahwa kuncinya adalah mengubah pasar yang beroprasi dalam sektor publik. Banyak dari yang kita bahas dari buku ini dapat diringkas dibawah rubik pemerintah yang berorientasi pasar: tidak hanya perubahan sistem, tetapi kompetisi, pilihan pelanggan, tanggung gugat hasil, dan tentusaja perusahaan publik.

Bab 11            Mengumupulkan Semua Jadi Satu

            Sepuluh prinsip yang diberikan sari bab satu sampai sepuluh memberikan perangkat konseptual yang kuat. Seseorang dapat menjalankan organisasi atau sistem publik apa saja atau masalah sosial apa saja melalui daftar periksa tersebut, dan proses tersebut akan menyarankan ancangan yang dilakukan secara tradisional oleh permerintah. Inilah akhir dari daftar periksa: kemampuan mengeluarkan cara berpikir, dan bertindak, yang baru.

Paradigma Baru
            Apa yang kami uraikan sebenarnya adalah suatu pergeseran dalam model dasar kepemerintahan yang digunakan di Amerika. Pergeseran ini berlangsing disekitar kami, tetapi karena kami tidak mencarinya kerena kami berasumsi bahwa semua pemerintah harus besar, tersentralisasi dan birokratis, kami tak melihat perubahan tersebut. Yang kami butuhkan kalau revolusi ini ingin erhasil adalah suatu kerangkan baru untuk memahamipemerintahan, suatu caara berpikir baru mengenai pemerintahan, pendeknya Paradigma Baru. 
            Orang dapat melihat bagai mana proses perubahan ini bekerja dengan mengamati pendidikan, sistem publik yang telah bergerak paling cepat kearah pergeseran paradigma. Dalam dua tahun, enam negara bagian telah mengikuti baik para gubernur maupun para presiden telah mengesahkan apa yang samadengan paradigma baru dalam bidang pendidikan.