Sabtu, 21 Maret 2015

Kinerja Sumber Daya Manusia pada Birokrasi



  
“Kinerja Sumber Daya Manusia pada Birokrasi”

Disusun Oleh :
Lio Permana
Universitas Jendral Soedirman


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Dalam mencapai tujuannya tentu birokrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti misalnya faktor lingkungan, teknologi, sumberdaya manusia, struktur, dll. Faktor sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada publik karena manusia itu sendiri adalah sebagai pelaksana tujuan birokrasi. Sebagai inti dari pelaksana tujuan organisasi maka sumberdaya manusia perlu mendapatkan perhatian dan controlling yang tepat.
Pada umumnya, SDM pada birokrasi Indonesia masih belum menunjukan kualitas yang baik, hal tersebut ditunjukan dengan banyaknya masyarakat yang merasa bahwa pelayanan pada birokrasi kurang cepat tanggap, dan kurang ramah. Hasil jajak pendapat kompas menunjukkan bahwa masyarakat yang disurvey sebagian besar tidak puas dengan kerja birokrasidi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari hasil bahwa 62,9% responden merasa memerlukan waktu yang lama dalam berurusan dengan birokrasi, 58% responden menyatakan bahwa aparat birokrasi gampang disuap, 65,3% responden menyatakan ketidakpuasan akan efektivitas kerja birokrasi, dan sebagian masyarakat masih kecewa dengan kedisiplinan, dan kesigapan kerja birokrasi.
 Dan juga banyaknya kasus-kasus human eror yang melibatkan para pegawai birokrasi di Indonesia. Misalkan seperti yang terjadi di kabupaten Banyumas pada perhitungan suara pemilu legislatif 9 mei 2014, KPU Banyumas telah diduga melakukan pelanggaran dalam  proses perhitungan ulang rekapitulasi hasil perolehan suara di PPS teluk (Radar Banyumas, Senin 19/5/14). Dengan demikian telah memperlihatkan adanya human eror pada birokrasi kita yang telah mengurangi hasil kinerja birokrasi.
Oleh karena itu SDM menjadi faktor yang vital dalam menentukan hasil kinerja birokrasi terhadap publik. Semakin buruk kualitasnya maka semakin buruk juga kualitas kinerja birokrasi di negara tersebut. Maka perlu adanya pembahasan mengenai penyebab kualitas sumberdaya manusia di birokrasi kita.

B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan faktor kepuasan kerja dengan kinerja sumberdaya manusia pada birokrasi?
2.      Bagaimana upaya peningkatan kinerja para pegawai birokrasi?
                                                                                             

C.   Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh tugas yang diberikan pihak lembaga Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, khususnya dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenderal Soedirman Purwoketo pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
Dalam membuat makalah ini agar lebih memahaminya penulis membuat beberapa tujuan penulisan diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Untuk Mengetahui bagaimana kualitas SDM pada birokrasi di Indonesia
2.      Untuk Mengetahui pengaruh ketidakpuasan kerja terhadap kinerja birokrasi.
3.      Untuk mengetahui bagaimana upaya peningkatan SDM pada birokrasi.

D.   Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.              Meningkatkan tentang pemahaman pengembangan kinerja sumberdaya manusia bagi penulis.
2.              Menjadi wacana bagi praktisi dalam menerapkan pengembangan kinerja pegawai birokrasi.
3.              Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini.








E.   Kajian Pustaka

1.      Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) dari Frederick Herzberg.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia dalam organisasi. Menurut Herzberg terdapat faktor yang menyebabkan kepuasan dan faktor yang menyebabkan ketidak puasan manusia bekerja.
·         Faktor pertama disebut motivator atau pembawa kepuasan
·         Faktor kedua disebut hygiene atau pembawa ketidakpuasan,

Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Motivator (Kepuasan / + )
Hygiene (Ketidakpuasan / - )
(mencegah ketidak puasan tetapi bukan penyebab terjadinya kepuasan)
1.Prestasi yang dicapai
2.Pengakuan atau rekognisi
3.Dunia kerja itu sendiri
4. Tanggung jawab
5. Kemajuan atau Peningkatan
1. gaji, upah dan tunjangan lainnya
2. kebijakan perusahaan dan administrasi
3. Hubungan baik antar-pribadi
4. Kualitas pengawasan
5. Keamanan pekerjaan
6. Kondisi kerja
7. keseimbangan kerja dan hidup


Sumber : Danim, 2004.

2.      Teori X dan Teori Y  oleh Douglas McGregor

Menurutnya ada dua pandangan tentang manusia, yang pertama pada dasarnya manusia punya sifat negatif yaitu Teori X dan lainya, manusia punya sifat positif yaitu Teori Y. McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompokan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahannya sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut.

Ada 5 asumsi Teori X yang dianut para manajer :
1.      Para pegawai pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan berusaha menghindarinya.
2.      Sebagian besar orang tidak ambisius, mempunyai keinginan sedikit untuk bertanggung jawab, dan lebih senang untuk diarahkan.
3.      Sebagian besar orang memiliki kemampuan daya cipta yang kecil dalam memecahkan masalah-masalah organisasi.
4.      Motivasi terjadi hanya pada tingkat fisik dan keselamatan.
5.      Sebagian besar orang harus dikontrol secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.

Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan 5 asumsi lain yang disebut Teori Y :
1.      Pekerjaan secara alami merupakan permainan, apabila kondisinya baik.
2.      Kontrol diri sendiri sering sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi.
3.      Kemampuan daya cipta dalam memecahkan masalah-masalah organisasi tersebar luas dalam masyarakat.
4.      Motivasi terjadi pada tingkat berkelompok, penghormatan, dan pemuasan diri, sama baiknya dengan tingkat fisik dan keamanan.
5.      Orang dapat dikontrol diri sendiri dan memiliki daya cipta dalam bekerja apabila dimotivasi sebagaimana mestinya.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hubunngan Ketidakpuasan Kerja Dengan Kinerja SDM pada Birokrasi.

Birokrasi merupakan jajaran pemerintahan eksekutif dari tingkat atas (Kepresidenan) sampai tingkat paling bawah, yang mengimplementasikan atau menjadi pelaksana dari kebijakan publik yang sekaligus sebagai pelayan publik. Dalam birokrasi, sumber daya manusia menjadi pelaksana dari kebijakan dan program yang dibuat untuk melayani kepentingan publik. Masyarakat telah menilai bahwa kualitas pelayanan dari birokrasi masih sangat dibawah standar. Maka pemerintah perlu melakukan pembenahan pada system pelayanan terhadap masyarakat, khususnya dari sisi sumber daya manusia.
Ketidakpuasan kerja karyawan dalam birokrasi menjadi hal yang penting dalam menentukan bagaimana kinerja mereka dalam melakukan pelayanan. Menurut Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) dari Frederick Hezberg ada faktor yang mempengaruhi ketidak puasan kerja, yaitu faktor Hygiene yang berhubungan langsung dengan kepuasan suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja. Sehingga faktor hygiene tidak dapat digunakan sebagai alat motivasi. Oleh karena itu hygiene perlu mendapat perhatian agar kita dapat menganalisa faktor ketidakpuasan dalam bekerja yang menjadi penyebab menurunnya kinerja para pegawai birokrasi.              

Berikut ini adalah implikasi faktor hygiene dalam birokrasi :
1.                   Gaji, upah dan tunjangan
 Insentif dan gaji yang memadai memang dapat menimbulkan kepuasan kerja akan tetapi pada kenyataannya di birokrasi kita insentif yang tinggi belum memperbaiki kinerja para pegawai karena insentif tersebut belum memiliki standarisasi yang ketat untuk menuntut prestasi. Namun insentif yang rendah justru akan mengurangi semangat  pegawai dalam melaksanakan tugas..
2.                   Kebijakan perusahaan dan administrasi
Yang menjadi sorotan disini adalah kebijaksaan personalia.  Pelaksanaan kebijakasanaan dilakukan masing masing birokrat yang bersangkutan. Dalam hal ini supaya mereka berbuat seadil-adilnya sehingga dapat membuat pegawai merasa nyaman dalam mengimplementasikan kebijakan.
3.                   Hubungan baik antar-pribadi
Dukungan rekan sekerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pegawai.  Hubungan antar pribadi atau rekan kerja dapat menentukan kepuasan kerja ditinjau dari: (1) adanya kompetisi yang sehat dilingkungan kerja, (2) sejauh mana pegawai yang bekerja sama akan memberikan dukungan yang cukup, (3) pekerja dapat bekerja sama dengan orang yang bertanggungjawab (tidak memandang senioritas).
4.                   Kualitas pengawasan
Apabila pengawasan yang dilakukan oleh para pengawas masih rendah, maka dapat menyebabkan kinerja pegawai menjadi kurang maksimal dan dapat juga menimbulkan munculnya berbagai macam penyimpangan yang dilakukan oleh para pekerja di birokrasi.
5.                   Keamanan pekerjaan
Keamanan pekerjaan itu mencakup kesehatan dan keselamatan para pekerja. Keselamatan dan kesehatan para pekerja juga perlu terus dipantau, agar kualitas kinerja para pekerja semakin meningkat. Agar proses penjagaan keamanan dapat berjalan dengan baik, maka dapat dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: 
a. Memberi contoh tentang perilaku kerja yang aman pada karyawan.
b. Memberikan jaminan keselamatan kerja seperti asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
c. Tegakkan standar keselamatan kerja secara tegas.

6.                   Kondisi Kerja
Masing-masing birokrat dapat berperan dalam berbagai hal agar keadaan masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai. Misalnya ruangan khusus bagi unitnya, penerangan, fasilitas-fasilitas, dan kondisi lingkungan yang nyaman. Apabila kondisi kerja dirasakan kurang nyaman maka juga akan menurunkan kerja pegawai.

7.                   Keseimbangan Kerja dan Hidup
Keseimbangan Antara kerja dan hidup merupakan pembagian antara waktu pekerja untuk berja dengan waktu bebas kerja, dengan adanya pembagian yang kurang tepat Antara waktu bekerja dan waktu bebas kerja maka akan memberikan rasa jenuh kepada pegawai terhadap pekerjaan. Namun jika waktu bebas kerja itu juga berlebihan maka akan mengurangi semangat kerja dari pegawai.

Dengan demikian faktor hygiene perlu mendapat perhatian agar pemerintah dapat memahami apakah pegawai merasa puas atau tidak terhadap pekerjaannya. Karena apabila kinerja pegawai birokrasi menurun maka akan buruk pula kualitas pelayanan publik kita.



B.     Peningkatan Kinerja SDM pada Birokrasi di Indonesia.

Masyarakat Indonesia melihat bahwa pelayanan dalam birokrasi masih belum baik. Masyarakat beranggapan bahwa para pelayan public tersebut belum memiliki komitmen dan konsistensi dalam memberikan pelayanan. Hal tersebut karena setiap sumber daya manusia dalam birokrasi belum menjalankan standar-standar kompentensi dengan baik dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu banyak masyarakat yang merasakan bahwa pelayanan dari para birokrat kita belum cepat tanggap.
Jika kita mengacu pada teori X dan Y dari McGregor, maka kita dapat melihat bahwa perilaku dari para pekerja birokrasi kita berbeda-beda. Misal pada karyawan X yang memiliki sikap kurang cepat tanggap, kurang memiliki kesadaran dan komitmen, tidak suka bekerja dan tidak bertanggungjawab. Lalu pada karyawan Y yang memiliki kesadaran tinggi akan pekerjaannya, suka bekerja, memiliki komitmen dan bertanggungjawab. Demikianlah seperti halnya yang terjadi di Indonesia saat ini, banyak para pegawai birokrat yang memiliki karakter X tetapi juga ada yang memiliki karakter Y.
Dengan memahami sifat dan karakter dari para pegawai birokrat kita maka kita dapat menentukan cara untuk meningkatkan kualitas para pegawai birokrasi. Berikut adalah berbagai cara penanganganan masalah sumber daya manusia yang kami paparkan berdasarkan karakter pegawai itu sendiri :
1.      Pegawai memiliki kemampuan daya cipta yang kecil dalam memecahkan masalah-masalah organisasi, maka perlu diadakannya pelatihan kepada para pegawai agar mereka mampu meningkatkan kemampuan mereka.
2.      Pegawai kurang ambisius, kurang bertanggung jawab dan hanya senang di arahkan. Maka perlu adanya motivasi kepada pegawai seperti halnya berupa imbalan atas prestasi dan hukuman atas pelanggaran.
3.      Pegawai kurang menyukai pekerjaan, maka perlu adanya penempatan posisi kerja atau divisi yang sesuai dengan kemampuan pegawai tersebut.
4.       Pegawai suka melakukan pelanggaran dalam bekerja, maka diperlukan fungsi controlling yang tegas agar pegawai tidak melakukan penyelewengan dalam pencapaian tujuan organisasi.
5.      Pegawai menunjukan prestasi yang baik dalam bekerja, maka pegawai patut mendapatkan imbalan atau balas jasa (remunerasi) yang diberikan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya.


BAB III  
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ketidakpuasan pegawai mempengaruhi kinerja mereka dalam menjalankan tugas-tugas birokrasi. Semakin tidak terpenuhinya faktor hygiene dalam birokrasi maka akan semakin menurunkan motivasi bagi para pegawai. Namun untuk mengatasi hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan pengembangan kinerja pegawai birokrasi dengan melakukan  pelatihan, motivasi, controlling, remunerasi, dsb.

B.     Saran
 Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja pegawai birokrasi dengan memperhatikan kemampuan, karakter pegawai dan memenuhi faktor kepuasan kerja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar