“DEMOKRASI SEBAGAI HULU SISTEM POLITIK”
Oleh :
Lio Permana
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Sistem politik adalah suatu kesatuan yang terdiri
dari elemen-elemen yang saling berhubungan satu sama lain secara interdependen
(saling berpengaruh) yang mengatur tentang politik atau suatu kekuasaan dalam
pemerintahan. Sebuah sistem politik akan memproduksi kebijakan yang
mempengaruhi bagaimana pemerintahan negara tersebut dijalankan. Sistem politik
diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah politik dengan aturan-aturannya
dan dapat mewujudkan tujuan dan kepentingan masnyarakat.
Pada dasarnya sistem politik juga didasarkan
kepada pedoman dan paham yang dianut oleh sebuah negara. Misalkan dalam negara
yang otoriter maka sistem politik yang dijalankan akan sangat terpusat terhadap
kekuasaan tertinggi juga jarang muncul adanya kelompok kepentingan. Dalam
negara yang yang mengutamakan prinsip demokrasi maka sistem politiknya akan
dijalankan dengan prinsip keterbukaan dan kebebasan. Pada konsepnya demokrasi
merupakan sebuah pemerintahan yang berdasarkan mandat dari rakyat dan rakyat
adalah memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, pemerintahan juga
harus didasarkan pada kepentingan masyarakat bukan kepentingan individu atau
golongan tertentu. Karakteristik sistem politik yang demokratis adalah sistem
politik secara berkala memungkinkan penggantian pemerintah, mempunyai sejumlah
anggota masyarakat yang menempati kedudukan dalam pemerintahan, mempunyai
sejumlah anggota masyarakat yang diakui sebagai tokoh yang sah, terdapat
pemilihan lain selain memiliih presiden dan wakil presiden, adanya hak menyatakan
pendapat secara bebas dan tidak diskriminasi terhadap golongan-golongan
penduduk tertentu dalam pemilihan umum.[1]
Indonesia adalah negara yang menjalankan demokrasi
berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian Indonesia tidak murni
menganut demokrasi yang seperti dianut oleh negara barat karena Indonesia
memiliki budaya tersendiri sehingga demokrasi perlu diadaptasikan dengan budaya
yang ada di Indonesia. Demokratisasi di
Indonesia terjadi setelah pemerintahan orde baru. Setelah itu maka sistem politik
di Indonesia disesuaikan dengan prinsip-prinsip demokrasi seperti dilakukannya
amandemen UUD 1945. Masyarakat dan Pemerintah berharap dengan demokrasi dapat
menyelesaikan masalah masalah yang ada dan menciptakan pemerintahan yang lebih
terbuka, walaupun pada hakikatnya sebuah paham bukanlah sebagai penyelesaian
masalah melainkan hanya sebuah sarana untuk menyelesaikan masalah, hal tersebut
terbukti karena sampai saat ini demokrasi di Indonesia belum juga dapat
menyelesaikan berbagai masalah masalah politik.
Dalam menjalankan sistem politik yang demokratis
maka diperlukan adanya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan agar
masyarakat memiliki peran dalam pemerintahan. Lembaga legislatif atau DPR adalah
merupakan salah satu pokok struktur sistem demokrasi, legislaif atau DPR pada
hakikatnya merupakan sebagai wakil rakyat yang seharusnya menampung suara
masyarakat dan sebagai pembuat kebijakan politik dalam undang-undang namun pada
kenyataannya DPR masih belum dapat menampung suara masyarakat untuk dirangkai
dalam undang-undang. Undang-undang sebagai produk dari legislatif belum dibuat
berdasarkan kepentingan masyarakat & negara melainkan berdasarkan
kepentingan kelompoknya atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti contohnya
lembaga DPR dalam membuat undang-undang korupsi masih belum tegas karena masih
berdasarkan kepentingan kelompoknya agar tindak pidana korupsi memiliki hukuman
pidana yang ringan. Sementar itu juga masih banyak kasus-kasus suap dalam
lembaga yudikatif yang telah melanggar
prinsip kesetaraan hukum.
Maka pengetahuan dan kesadaran tentang
implementasi sistem politik yang
demokratis merupakan hal yang penting bagi pemerintah Indonesia agar dapat
menciptakan kesadaran bagi para stake holders dan masyarakat tentang suatu
pemerintahan yang demokratis yang lurus. Oleh karena itu kita akan membahas dalam esay
ini bagaimana sistem politik yang didasarkan pada prinsip demokrasi ditinjau
dari segi ilmu pengetahuan.
Sebuah
badan survei negara demokrasi Freedomhouse, dalam kategori
surveinya mengategorikan negara demokrasi yang baik adalah negara yang telah
memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun menganut sistem demokrasi. Dan dalam
survey tahunannya, tingkat kebebasan dinilai dari kombinasi antara hak politik
dan kebebasan sipil. Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa hak politik dan
kebebasan sipil merupakan sebuah prinsip dasar dalam sebuah negara demokrasi
yang biasa dijalankan, dalam negara demokrasi sebuah kebebasan dan memberikan
hak kepada masyarakat merupakan tugas yang wajib dijalankan. Oleh karena itu,
sebuah sistem politik harus diciptakan dengan tidak bertentangan pada
prinsip-prinsip demokrasi. Namun demokrasi juga tidak boleh diadopsi secara
“mentah-mentah” karena kita memiliki budaya dan pengalaman yang berbeda, agar
tidak menimbulkan kebebasan yang melewati batas-batas nilai yang ada dalam
Pancasila.
Plato dalam bukunya The Republic mengatakan
bahwa jika sebuah negara demokrasi tidak dipimpin oleh orang-orang yang bijak
maka negaranya hanya akan menghasilkan orang orang yang oportunis[2].
Oleh karena itu dalam sebuah negara, pemerintahannya haruslah terdiri dari
orang-orang yang mementingkan kepentingan masyarakat & negara agar tercipta
konsistensi dari para pemimpin negeri ini. Para stake holders haruslah orang
yang memiliki kebijaksanaan dalam memimpin dan tidak mementingkan kepentingan
pribadi dan kelompoknya masing-masing. Di Indonesia yang menyatakan dirinya
sebagai negara dengan sistem demokrasi, saat ini banyak kasus-kasus dalam
pemerintahan karena para pejabat yang menjalankan sistem politik masih
mementingkan kepentingan mereka dan partainya. Memang benar dalam sebuah negara
demokrasi haruslah dijalankan kebebasan berpolitik bagi masyarakatnya, namun
bagi masyarakat yang ingin berpolitik dalam pemerintahan haruslah orang-orang
yang memiliki kesadaran akan
kebijaksanaan. Sehingga demokrasi tidak menjadi kesempatan bagi orang-orang
yang “bernafsu”.
Yeremias T. Keban dalam bukunya 6
Dimensi Strategis Administrasi Publik juga menyatakan bahwa komitmen dan
profesionalisme juga merupakan hal penting bagi para politisi dan pelayan
publik. Apabila kita kaitkan dengan sebuah negara demokrasi, maka dalam sebuah
negara demokrasi akan sangat buruk jika para pejabat pemerintahan tidak
memiliki komitmen dan profesionalisme atau bahkan lebih buruk lagi jika
komitmen dan profesionalisme yang mereka miliki hanya untuk pengabdian kepada
kelompok mereka sendiri. Hal tersebut hanya akan menimbulkan kebebasan dalam
negara demokrasi yang dapat menjadi kesempatan bagi pejabat yang mementingkan
dirinya sendiri. Oleh karena itu sangat diperlukan juga sebuah fungsi controlling secara langsung dan terbuka
kepada masyarakat. Sayangnya di Indonesia saat ini sebagian masyarakat masih
belum terlalu memperhatikan betapa pentingnya pengawasan yang dilakukan secara
langsung oleh masyarakat, sehingga pelanggaran yang menimbulkan berbagai kasus
dalam pemerintahan masih banyak terjadi.
Partisipasi
politik merupakan salah satu prinsip demokrasi, biasanya semakin tinggi tingkat
partisipasi politik dalam suatu negara maka dapat dikatakan negara tersebut
semakin demokratis. Partisipasi politik setiap masyarakat dapat berupa-rupa
bentuknya, mengikuti pemilu, masyarakat yang melibatkan dirinya sebagai pejabat
pemirintahan agar dapat mempengaruhi kebijakan, mahasiswa yang mengikuti
kegiatan-kegiatan ormas tertentu, masyarakat yang menyuarakan suaranya dengan
melakukan demonstrasi dan lain-lainnya merupakan berbagai contoh partisipasi
politik dari masyarakat.
Dalam
bukunya Politikologi, Prof. Dr. A. Hoogerwerf menyatakan bahwa suatu
faktor penting yang berkaitan dengan partisipasi politik adalah status sosial.
Jadi, orang yang berpendapatan lebih tinggi, berpendidikan lebih tinggi,
pekerjaan dengan status yang lebih tinggi lebih banyak berpartisipasi dari pada
lainnya. Dengan begitu maka masyarakat yang berstatus sosial lebih sedikit
dalam berpartisipasi dalam politik, mungkin lebih jelasnya faktor utamanya
adalah pendidikan karena bagaimanapun pendidikan menjadi pengaruh yang kuat
agar masyarakat mengerti bagaimana pentingnya partisipasi politik bagi mereka.
Di
Indonesia saat ini yang terjadi adalah masyarakatnya rata-rata masih
berpendidikan rendah sehingga mereka masih belum mengerti pentingnnya partisipasi
politik bagi mereka agar mereka dapat menyampaikan keluh kesah mereka sebagai
input dari kebijakan untuk di implementasikan kepada mereka sendiri. Namun
bagaimanapun juga pemimpin-pemimpin politik harus mau menerima partisipasi politik. Lebih
utamanya partisipasi politik dari masyarakat bukan hanya para peserta politik
dalam pemerintahan. “Karena menurut perbandingan para peserta politik lebih
sering berasal dari lapisan atas, maka keinginan merekalah yang ditanggapi oleh
pemimpin-pemimpin politik[3]”.
Dengan hal tersebut maka dapat menciptakan pemerintah yang responsif dan dapat tercipta hubungan yang stabil antara
pemerintahan dengan masyarakat, dimana masyarakat dapat mengungkapkan
keluh-kesah mereka dan pemerintah berusaha menanggapi keluh-kesah mereka. Partisipasi
politik yang jelas juga dapat mempercepat sampainya tuntutan dan dukungan
kepada pemerintah agar dapat memprosesnya menjadi kebijakan yang lebih tepat.
Prof. Dr.
A. Hoogerwerf menyatakan bahwa dalam demokrasi langsung[4]
biasanya partisipasi yang bersangkutan sangat sederhana dan tanpa sistem
perwakilan. Misalnya seperti saat ini yang terjadi di Indonesia adalah dalam
pemilu dimana masyarakat berpartisipasi dengan sangat sederhana namun
mempengaruhi. Namun pertisipasi dalam bentuk pemilu saat ini di Indonesia
sedang merosot dikarenakan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap para
pejabat pemerintahan karena banyaknya kasus korupsi yang tersangkanya adalah
para pejabat politik. Sehingga partisipasi secara langsung dalam pemilu di
Indonesia sedang sangat rendah. Dari sisi yang lain, masyarakat juga masih
mudah terpengaruh oleh money politic
dalam pemilu sehingga sebagian pilihan masyarakat bukanlah berdasarkan pilihan
mereka sendiri akan tetapi berdasarkan uang yang diberikan calon pejabat politik.
Apalagi jika sebuah media tevisi atau lainnya sudah dikuasai oleh orang-orang
yang berkepentingan politik, seperti yang terjadi dinegara kita saat ini
menjelang pemilu. Maka sama saja prinsip keterbukaan media dan netralitasnya
sudah menyeleweng.
Singkatnya,
bahwa partisipasi politik di Indonesia belum stabil dan belum sesuai dengan
prinsip demokrasi.
Jika
sebuah negara menganut paham demokrasi maka sistem politik dan implementasi
kebijakannya tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Namun
pada umumnya yang menyalahkan atau menyeleweng dari prinsip-prinsip demokrasi
bukanlah sistem politiknya namun adalah para pejabat politisnya atau stakeholders. Para pejabat politis juga
masih berpartisipasi bukan karena motif kepentingan masyarakat tetapi karena
kepentingan partai atau karena mereka sekedar mencari pekerjaan agar mendapat
gaji. Masyarakat juga pada umumnya masih belum dapat menegakan demokrasi karena
mereka dalam menyampaikan aspirasinya kadang masih mudah dipengaruhi atau
dipropaganda oleh orang-orang yang berkepentingan tertentu.
Oleh
karena itu, yang terpenting adalah dalam negara demokrasi para pejabat politis
dan masyarakat sipil harus benar-benar mengerti akan pentingnya kesadaran ,
keterbukaan dan keadilan.
Daftar
Pustaka
Hoogerwerf, A., 1985, Politikologi. Erlangga, Jakarta.
Keban, Yeremias T., 2004, Enam
Dimensi Strategis Administrasi Publik. Gava Media, Yogyakarta.
Soebiantoro, dkk., 2008, Pengantar Ilmu Politik. Universitas
Jendral Soedirman, Purwokerto.
Blogspot.com=Asmara Juana
Suhardi, artikel “Mengenal Sistem Politik Indonesia”.
[4] Demokrasi
langsung adalah cara pembentukan kebijakan yang terjadi dimana anggota kelompok
sendiri mempunyai kemungkinan
mempengaruhi secara langsung kebijaksanaan. Lihat: Politikologi karya Prof. Dr.
A. Hoogerwerf, hal 199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar